Pertanyaan :
1. Dimana letak perintah ber-qurban dalam al-Qur'an?
2. Siapa yang benar yang dikurbankan oleh Nabi Ibrahim, Nabi Ismail
atau Nabi Ishaq?
Jawaban :
1.
Perintah berkurban di dalam al-Qur'an
terdapat di berbagai surat/ayat, antara lain dalam surat al-Kautsar ayat 2;
surat al-Hajj ayat 34-35 dan ayat 36; serta surat ash-Shaffat ayat 102-107,
ditambah lagi dengan penjelasan dari Nabi saw dalam berbagai sabdanya yang bisa
dibaca dalam kitab shahih al-Bukhari, Muslim, dan dalam kitab-kitab sunan dan
kitab musnad.
Di dalam surat al-Kautsar ayat 2 Allah berfirman:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ
وَانْحَرْ.
Artinya: “Maka shalatlah engkau karena Tuhanmu
dan berkurbanlah.”
Di dalam surat al-Hajj ayat 34-35, Allah
berfirman:
وَلِكُلِّ
أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ
بَهِيمَةِ اْلأَنْعَامِ فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ
الْمُخْبِتِينَ. الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ
وَالصَّابِرِينَ عَلَى مَا أَصَابَهُمْ وَالْمُقِيمِي الصَّلاَةِ وَمِمَّا
رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ.
Artinya: “Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami
syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap
binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, maka Tuhanmu ialah
Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah
kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah). (yaitu)
orang-orang yang apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, orang-orang
yang sabar terhadap apa yang menimpa mereka, orang-orang yang mendirikan
sembahyang dan orang-orang yang menafkahkan sebagian dari apa yang telah Kami
rezkikan kepada mereka.”
Di dalam surat ash-Shaffat ayat 103-107
فَلَمَّا
بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَابُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي
أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَاأَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ
سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللهُ مِنَ الصَّابِرِينَ. فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ
لِلْجَبِينِ. وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَاإِبْرَاهِيمُ. قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا
إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ. إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاَءُ الْمُبِينُ.
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ.
Artinya: “Maka tatkala anak itu sampai (pada
umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: Hai anakku
sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah
apa pendapatmu! Ia menjawab: Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala
keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis
(nya), (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami panggillah dia: Hai Ibrahim, sesungguhnya
kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan
kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian
yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”
Selanjutnya di dalam surat al-Hajj ayat 36 Allah
berfirman:
وَالْبُدْنَ
جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللهِ ...
Artinya: “Dan telah Kami jadikan untuk kamu
unta-unta itu sebahagian dari syi`ar Allah, …”
Di dalam hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah
dari Abu Hurairah disebutkan:
مَنْ وَجَدَ سَعَةً
فَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا.
Artinya: “Barangsiapa mempunyai keluasan rezki
(mampu berkurban) tetapi ia tidak mau berkurban, maka janganlah ia mendekati
tempat kami bersembahyang.”
Di dalam hadits lain yang juga diriwayatkan oleh
Imam Ahmad dan Ibnu Majah dari shahabat Zaid bin Arqam disebutkan:
قُلْتُ
أَوْ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَا هَذِهِ اْلأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ
إِبْرَاهِيمَ قَالُوا مَا لَنَا مِنْهَا قَالَ بِكُلِّ شَعْرَةٍ حَسَنَةٌ.
Artinya: “Aku atau mereka bertanya: Hai
Rasulullah, apakah kurban itu? Nabi saw menjawab: Itulah suatu sunnah ayahmu
Ibrahim. Mereka bertanya (lagi): Apakah yang kita peroleh dari kurban itu?
Rasulullah saw menjawab: Di tiap-tiap bulu kita mendapat suatu kebajikan.”
Di dalam sabda Nabi saw yang lain, diriwayatkan
oleh Imam Ahmad juga dari Jubair ibn Muth‘im, Rasulullah saw bersabda:
كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ
ذَبْحٌ.
Artinya: “Tiap-tiap (semua) hari Tasyriq itu
adalah hari menyembelih.”
2.
Mengenai siapa yang dikurbankan oleh Nabi
Ibrahim, apakah Nabi Ismail atau Nabi Ishaq, dapat kami jelaskan sebagai
berikut:
Kalau dilihat
semata-mata pada bunyi ayat dalam surat ash-Shaffat itu dengan mempergunakan
perkataan يَابُنَيَّ
(hai anakku), terkesan masih samara (mubham). Ini memerlukan penjelasan
dari Rasulullah saw, dan beliau telah menjelaskannya. Di antara
hadits/penjelasan beliau mengatakan bahwa yang dikurbankan itu adalah Nabi
Ismail. Kata Nabi Muhammad saw: أَنَا ابْنُ
الذَّبِيْحَيْنِ (aku anak dari dua
orang yang disembelih). Maksud sabda Nabi itu ialah Nabi Muhammad saw adalah
keturunan Nabi Ismail dan Abdullah (ayahnya), yang kedua-duanya pernah hendak
disembelih oleh ayahnya yaitu Nabi Ibrahim dan Abdul Muthalib.
Hadits tersebut
di atas riwayatkan oleh banyak perawi, antara lain oleh Imam al-Hakim, Imam
Ibnu Murdawaih yang bersumber kepada shahabat Muawiyah ra. Riwayat tersebut
diperkuat pula dengan riwayat para ahli sejarah dan ahli tafsir.
Memang ada
sementara mufassir yang terpengaruh dengan riwayat israiliyat,
mereka mengatakan bahwa yang dikurbankan Nabi Ibrahim adalah Nabi Ishaq bukan
Nabi Ismail, seperti tersebut dalam kitab yang telah mereka palsukan itu, yaitu
ada ucapan إِذْبَحْ بِكْرَكَ وَوَحِيْدَكَ إِسْحَاقَ (sembelihlah anak bungsumu satu-satunya Ishaq itu).
Perkataan Ishaq
adalah tambahan dari orang-orang atau pendeta mereka dari ahli kitab, seperti
kata pengarang tafsir al-Munir, Prof. Dr. Wahbah Az-Zuhaili:
فَكَلِمَةُ
"إِسْحَاقَ" مِنْ زِيَادَتِهِمْ وَتَحْرِيْفِهِمْ لِكِتَابِاللهِ،
وَإِلاَّ فَإِنَّ إِسْحَاقَ لَمْ يَكُنْ بِكْرَ إِبْرَاهِيمَ وَلَمْ يَكُنْ
وَحِيْدَهُ, بَلْ اَلَّذِي كَانَ كَذَالِكَ هُوَ إِسْمَاعِيْلَ, ثُمَّ لَمَا
بَذَلَ إِبْرَاهِيمُ ابْنَهُ لِلذَِبْحِ وَأَطَاعَ, أَعْطَاهُ اللهُ وَلَدًا آخَرَ
هُوَ إِسْحَاقَ.
Artinya: Maka perkataan “Ishaq” itu termasuk tambahan dan
penyimpangan dari mereka terhadap kitab Allah (at-Taurat), dan jika bukan
begitu, maka sesungguhnya Ishaq bukan anak bungsu dan anak satu-satunya Ibrahim,
melainkan yang disebutkan begitu adalah Isma‘il (sebagai anak satu-satunya sebab Ishaq belum
lahir). Kemudian setelah Ibrahim bersungguh-sungguh untuk menyembelih Isma‘il, maka Isma‘il patuh kepada perintah
Allah, lalu Allah memberikan kepada Ibrahim satu anak lagi yaitu Ishaq.
Jadi, kita ulang kembali apa yang
diriwayatkan oleh al-Hakim dalam manakibnya adalah kuat, yaitu:
مَا مِنْ
مَيِّتٍ تُصَلِّي عَلَيْهِ أُمَّةٌ مِنْ الْمُسْلِمِينَ يَبْلُغُونَ مِائَةً كُلُّهُمْ
يَشْفَعُونَ لَهُ إِلاَّ شُفِّعُوا.
Artinya: “Aku adalah anak laki-laki dari dua orang yang
mau disembelih, maksudnya dari keturunan Nabi Isma‘il dan ayahnya sendiri
Abdullah, dimana Abdul Muthalib ayahnya Abdullah pernah bernazar untuk
menyembelih anak (laki-lakinya) bila dia dikaruniai sepuluh anak laki-laki,
atau Allah memudahkannya penggalian sumur zam-zam. Maka ketika kedua perkara
itu terpenuhi, Abdul Muthalib mengundi, dan anak panah undian itu jatuh kepada
diri Abdullah, tetapi saudara-saudaranya menghalang-halangi Abdul Muthalib
(menyembelih Abdullah) dan mereka berkata: Tebuslah putramu Abdullah dengan 100
ekor unta, lalu Abdul Muthalib menebusnya dengan 100 ekor unta.”
Di dalam beberapa atsar yang shahih
disebutkan bahwa yang disembelih itu memang Nabi Isma‘il bukan Ishaq. Demikianlah riwayat dari Ibnu Abbas,
Ibnu Umar, Ali bin Abi Thalib, Abu Hurairah, Abu Thufail, Amir bin Wathsilah
dari kalangan shahabat, dan Saad bin Musayyab, Said bin Jubair, al-Hasan
al-Bashri, Mujahid, asy-Sya‘bi,
Yusuf bin Mihran, Rabi‘
bin Anas, Muhammad bin Ka‘ab
al-Qurdli, al-Kalbi, Alqamah, Abu Ja‘far
Muhammad bin Ali, dan Abu Shaleh dari kalangan tabi‘in. Semua mereka itu berkata: Anak yang disembelih
itu adalah Nabi Isma‘il,
dan pernyataan tersebut dikuatkan oleh al-Qurthubi dalam tafsirnya: الجامع
لأحكام القرآن , sebagai
berikut:
وَهَذَا
الْقَوْلُ أَقْوَى فِي النَّقْلِ عَنِ النَّبِيِّ صّلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
وَعَنِ الصَّحَابَةِ والتَّابِعِيْنَ.
Artinya: Pendapat ini sangat kuat
dari segi riwayatnya dari Nabi saw, dari shahabat, dan dari tabi‘in.
Hanya sayangnya orang-orang Yahudi
sangat dengki kepada orang Arab atas anugerah Allah yang diberikan kepada bapak
mereka Nabi Isma‘il
as., lalu mereka membuat kedustaan dengan menambah-nambah riwayat dalam Taurat
dan mereka susupi riwayat-riwayat apa yang disebut israiliyat dalam
sebahagian hadits dan atsar.
Memang dalam Perjanjian Lama Kitab
Kejadian 22:1 disebutkan: Ambillah anakmu yang tunggal itu yang engkau
kasihi yakni Ishak, pergilah ke tanah muria dan persembahkanlah dia di sana
sebagai korban bakaran pada salah satu gunung yang akan kukatakan kepadamu.
Apakah anak tunggal itu dan siapakah dia? Anak tunggal pada saat diperintahkan
untuk dikorbankan ialah anak yang tidak mempunyai kakak atau adiknya waktu itu.
Tapi di dalam Kejadian 17:24-27 disebutkan:
Bahwa Ibrahim dan orang-orang
dirumahnya diperintahkan Tuhan untuk disunat (khitan). Waktu itu umur
Ibrahim 99 tahun.
Waktu Ishaq lahir umur Ibrahim 100
tahun dan istrinya Sarah 90 tahun. Ishaq disunat pada umur 8 (delapan) hari
(Kejadian 21:4) dari hari kelahirannya.
Isma‘il lahir waktu Ibrahim berumur 86 tahun (Kejadian
6:16). Waktu Ibrahim berumur 99 tahun ia dikhitankan bersma Isma‘il. Jadi umur Isma‘il waktu dikhitan adalah
13 tahun, yaitu umur Ibrahim 99 tahun dikurangi waktu Ismail lahir ia berumur
86 tahun.
Ishaq dikhitankan 8 hari sesudah ia
lahir, dan Ibrahim waktu itu berumur 100 tahun. Isma‘il dikhitankan pada waktu berumur 13 tahun sedang
Ibrahim sudah berumur 99 tahun. Dengan demikian, Isma‘il lebih tua 14 tahun daripada Ishaq, yaitu umur
Ibrahim 100 tahun dikurangi 86 tahun waktu Isma‘il lahir. Dengan demikian jelaslah Isma‘il lebih tua daripada
Ishaq sebanyak 14 tahun. Dan putra tunggal waktu itu tidak ada lain kecuali
Ismail as.
Demikian agak sedikit panjang jawaban
kami kepada dua buah pertanyaan saudara, dengan harapan agar masalah itu jelas
dan bias disampaikan pula oleh saudara kepada saudara kita yang membutuhkannya
di tempat saudara. *th)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar